Sabtu, 07 April 2012

Sebutan suatu Perkawinan dalam Suku Karo


Bagi  khayalak ramai, apa yang dinamakan dengan perkawinan itu merupakan suatu yang sangat sakral dan juga mempunyai makna yang sangat penting didalam suatu kehidupan. Perkawinan bagi seseorang itu juga mempunyai fungsi dan juga alasan tertentu untuk melakukan suatu yang namanya perkawinan. Di Indonesia itu sendiri Suku-suku yang ada di Negara ini pun mempunyai cara-cara tersendiri dalam hal melakukan suatu perkawinan, baik itu dari dalam system menjalakan perkawinan, fungsi dari perkawinan, dan syarat-syarat dalam melakukan perkawinan. Namun dalam Suku Karo, perkawinan itu tidak hanya mempunyai system dalam menjalankan perkawinan, fungsi perkawinan dan juga syarat-syarat dalam menjalankan perwakinan, tetapi dalam masyarakat karo, perkawinan itu juga mempunyai jenis-jenisnya. Maka dari itu, saya akan mencoba membahas tentang perkawinan di dalam Masyarakat Karo.
Dalam masyrakat karo, seseorang untuk menjalankan atau melakukan yang namanya Perkawinan itu mempunyai syrat-syarat tertentu, fungsi dari syarat-syarat ini agar seseorang yang melakukan Pernikahan tersebut tidak melanggar hukum adat yang ada. Berikut ini adalah syarat-syarat seseorang dalam menjalankan suatu pernikahan;
-          Tidak berasal dari satu merga, namun pada zaman dahulu ada beberapa Marga yang memperbolehkan melakukan pernikahan dengan sesama marganya, seperti di dalam Marga Sembiring dan Perangin-angin.
-          Tidak boleh melanggar hukum adat yang ada, seperti melakukan pernikahan dengan turang sendiri(Kandung), sepemeren dan juga erturang impal. Namun pada saat ini, banyak yang melakukan pernikahan dengan turang impal mereka.
-          Sudah dewasa. Dalam hal ini yang dimaksud seseorang yang sudah dewasa adalah seseorang laki-laki yang sudah bisa bertanggung jawab atas dirinya sendiri dan juga keluarganya, baik itu menafkahi atau pun lainnya.
Seseorang laki-laki atau perempuan Karo dalam melakukan suatu pernikahan tidak hanya mempunyai syarat, seperti yang ada di atas. Tetapi pernikahan itu juga mempunyai fungsi-fungsi tertentu yang dimana, fungsi-fungsi ini dapat menguntungkan kedua pihak, dan juga fungsi dalam melakukan suatu pernikahan ini tidak jauh beda dengan fungsi pernikahan pada umumnya. Berikut ini fungsi dari pernikahan dalam masyarakat Karo;
-          Melanjutkan hubungan kekeluargaan.
-          Menjalin suatu hubungan kekeluargaan, apabila sebelumnya kedua belah pihak keluarga belum mempunyai hubungan keluarga.
-          Melanjutkan keturunan, dalam hal biasanya sangat penting bagi pihak laki-laki, karena dalam masyrakat Karo, keturunan itu berasal dari pihak laki-laki.
-          Menghindarkan berpindahnya harta warisan kepada keluarga lain.
-          Mempertahankan atau memperluas hubungan kekeluargaan.
Di dalam masyrakat Karo, yang namanya suatu pernikahan itu juga memiliki suatu jenis-jenisnya, yang dimana jenis-jenis pernikahan dalam masyrakat Karo itu adalah sebagai berikut;
1.      Berdasarkan status dari pihak yang melakukan pernikahan, dapat beberapa jenis yaitu;
a.       Gancih Abu ( Ganti Tikar)
Suatu pernikahan yang dimana seorang laki-laki menikahi saudara, dalam keadaan seperti ini istri dari laki-laki tersebut sudah meninggal.
b.      Lako Man ( Turun Ranjang)
Suatu pernikahan yang dimana seseorang laki-laki menikahi seorang wanita, yang dimana seorang wanita tadi adalah bekas dari istri saudaranya atau ayahnya, dalam keadaan ini ayahnya/saudaranya telah meninggal. Namun Lako Man, sendiri juga memiliki jenis-jenis perikahan, yang dimana jenis-jenis ini adalah sebagai berikut;
·         Pernikahan Mindo Makan
Suatu pernikahan yang dimana seorang pria menikahi seorang wanita yang dulunya istri dari saudara ayahnya.
·         Pernikahan Mindo Cina
Suatu pernikahan yang dimana seorang pria dalam tutur menikahi seorang neneknya.
·         Kawin Ciken
Suatu pernikahan yang dimana seorang laki-laki menikahi seorang perempuan yang dulu adalah istri dari ayahnya ataupun saudaranya, tetapi sudah ada perjanjian sebelum ayahnya atau saudaranya meningal, dalam hal ini wanita tadi masih muda dan suaminya sudah tua.
·         Iyan
Suatu perkawinan yang dimana seorang suami mempunyai dua orang istri dan dimana salah satu istri tadi belum melahirkan seorang anak laki-laki, kemudian dinikahkan dengan seorang saudara dari laki-laki tadi yang belum menikah. Pernikahan semacam ini banyak terjadi pada zaman dahulu.
c.       Piher Tendi/ Erbengkila Bana
Adalah suatu pernikahan yang dimana dalam tutur seorang istri itu memanggil benkila kepada suaminya. Tetapi pada daerah Karo langkat, pernikahan seperti ini sering dinamakan juga dengan Piher Tendi.
d.      Cabur Bulung
Adalah suatu pernikahan yang dimana terjadi ketika sepasang yang akan menikah itu menikah muda, pernikahan semacam ini biasanya berlangsung karena mempunyai alasan, yaitu karena melihat berdasarkan mimpi atau suratan takdir tangan dari seorang yang akan melangsungkan pernikahan ini.
2.      Berdasarkan jauh dekatnya suatu hubungan kekeluargaan, dapat diuraikan sebagai berikut.:
a.       Pertuturken
Adalah suatu pernikahan yang dimana terjadi karena seorang pria dan wanita ini tidak mempunyai hubungan kekeluargaan, maksud kekeluargaan disini adalah erimpal.
b.      Erdemu Bayu
Adalah suatu pernikahan yang dimana terjadi, karena seorang pria dan wanita yang akan menikah ini mempunyai suatu hubungan keluarga yaitu saling erimpal.
c.       Merkat Senuan
Adalah suatu pernikahan yang terjadi antara seorang pria yang menikahi seorang putri dari puang kalimbubunya. Pada umumnya suatu pernikahan seperti ini sangat dilarang.
d.      La Arus
Adalah suatu pernikahan antara pria dan wanita, menurut suatu adat sangat terlarang, contohnya menikahi turangnya, turang impal, atau puteri dari anak berunya.

Semua yang ada ditulisan ini merupakan sistem dan sebutan didalam suatu perkawinan di Suku Karo. sekian tulisan dari saya, jika ada dari saudara ingin memberikan komentar atau tanggapan, silakan ditanggapi. karena sedikit dari komentar dan tanggapan saudara merupakan suatu penambahan ilmu bagi saya sebagai penulis. 

refrensi : 
            Print Darwan S H, 1996. ADAT KARO. Medan:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar