Pada awalnya masyarakat Karo bermula di desa-desa
yang berada di kawasan Tanah Karo, karena bagi masyrakat Karo desa adalah suatu
tempat yang dimana pusat dari kehidupan mereka, hal ini disebabkan karena desa
atau Kuta merupakan suatu persekutuan hukum yang dimana mempunyai makna sebagai
tempat dimana yang memiliki kesatuan-kesatuan yang mempunyai suatu tata
kepengurusan, teratur sendiri dan
kekayaan sendiri, baik itu kekayaan materil ataupun inmateril.
Proses
berdirinya suatu kuta ataupun suatu desa dalam Suku Karo, tidak bisa dipisahkan
dengan hakekat yang ada dalam masyarakat karo, yaitu Rakut sitelu. Sehingga
dalam suatu proses berdirinya suatu kuta itu pastilah harus menyertakan Rakut
sitelu tersebut , yang dimana terdiri atas Senina, Anak Beru dan juga
Kalimbubu. Adapun proses terjadinya suatu Kuta atau desa dalam masyrakat Karo
adalah sebagai berikut.
Pada
awalnya suatu kampung atau Kuta itu didiami oleh sekelompok marga tertentu,
yang dimana sekolompok marga yang mendiami suatu Kuta atau desa ini disebut
dengan Simatek Kuta, yang dimana Simantek Kuta ini akan membawa Senina, Anak
Beru dan juga Kalimbubu dari marga ini untuk membangu suatu kuta. Dalam hal ini
Anak Beru berserta keturunanya yang dibawa oleh Simantek Kuta disebut dengan
Anak Beru Singian Rudang, sedangkan Kalimbubu berserta keturunanya yang dibawa
oleh Simantek kuta disebut dengan Kalimbubu Simajek Lulang. Namun, ketiga
kelompok ini mempunyai peranan yang sama pentingnya dengan Simantek Kuta,
karena mereka inilah yang akan menjalankan dan mempunyai hak untuk menentukan
suatu adat dalam Kuta tersebut, dan juga mempunyai peranan dalam mengatur tata
kepengurusan Kuta atau Kampung.
Namun
dengan berjalannya waktu, datanglah sekelompok penghuni-penghuni baru yang
dimana mendiami Kuta atau desa tersebut, namun penghuni-penghuni baru dalam
suatu Kuta atau desa itu dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu Ginemgem,
yang dimana keompok penghuni yang disebut Ginemgem ini mempunyai hubungan
kekerabatan dengan Simatek Kuta, dengan cara memalakukan suatu perkawinan
dengan keturunan Simatek Kuta. Dalam hal ini, kelompok Ginemgem ini tidak
dikenakan suatu pungutan pajak atau uang oleh Simantek Kuta, tetapi kelompok
Ginemgem ini harus berkerja kepada kelompok Simantek Kuta.
Sedangkan
kelompok penghuni-penghuni desa atau Kuta yang tidak mempunyai hubungan dengan
Simantek Kuta, disebut dengan Rakyat Derip. Rakyat derip ini boleh membuka
suatu lahan untuk mereka melakukan suatu pertanian, tetapi mereka juga harus
membayar sewa tanah tersebut kepada Simantek Kuta. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa suatu Kuta atau desa dalam masyrakata Karo itu terdiri dari Simantek
Kuta,Ginemgem dan Rakyat Derip.
Dalam
suatu Kuta atau Desa, segala kepengurusan Kuta atau desa itu dipegang oleh
Simantek Kuta ataupun keturunannya, dan dibantu oleh Senina dan Anak Beru dari
Simantek Kuta tersebut. Namun pada dewasa ini, setiap orang baik itu dari
Simantek Kuta atau bukan bisa dan diberi kesempatan untuk memimpin suatu Kuta,
walaupun masih ada beberapa Kuta di Tanah Karo yang masih berpegang bahwa
pemipin kuta itu harus berasal dari Simantek Kuta.
Adapun
beberapa nama kuta yang berada di Tanah Karo adalah sebagai berikut Limang,
Perbesi, Barus Jahe, Kabanjahe, Berastagi, Payung, Batu Karang, Tigaderket,
Juhar, dan lain sebagainya.
sekian tulisan saya, mengenai proses dan bagaimana suatu kuta di daerah Tanah Karo dapat terjadi. apabila ada coment dari pembaca, silkan dicomentari karena sedikit comentar saja dapat membut saya dan kita dapat menambah pengetahuan kita tentang budaya Karo.
Refferensi
:
Print
Darwan S H, 1996. ADAT KARO. Medan: